Senin, 11 Juli 2011

Bila Dahan Pohon Tetangga Berada di Tanah Kita

Syekh Abdurrahman as Sa’di mengatakan, “Jika dahan atau ranting pohon menjalar ke tanah atau udara orang lain, dan orang tersebut tidak merelakan keberadaan dahan tersebut, maka pemilik pohon diperintahkan untuk memangkas dahan tersebut. Jika dia tidak mau maka pemilik tanah menekuk dahan tersebut tanpa memotongnya, jika memungkinkan. Jika tidak bisa disingkirkan kecuali dengan dipotong maka pemilik tanah boleh memotongnya, dan dia tidak memiliki kewajiban untuk memberikan ganti, terkait pemotongan dahan tersebut.

Sebagian ulama berpendapat bahwa pemilik tanah tidak boleh mengharuskan pemilik pohon untuk menyingkirkan dahan tersebut, jika keberadaan dahan tersebut tidak mengganggu atau merugikan pemilik tanah. Membiarkan juluran dahan pohon itu lebih layak untuk diperbolehkan daripada kebolehan membuat atap dengan bertumpu pada tembok milik tetangga yang disebutkan dalam hadis.

Jika memang dahan tersebut mengganggu maka gangguan harus dihilangkan tanpa menimbulkan gangguan yang semisal (baca: dengan memberikan ganti rugi, pent.).” (Majmu' Al-Fawaid wa Iqtinash Al-Awabid, hlm. 112--113)

Hadis yang dimaksudkan oleh Syekh Ibnu Sa’di adalah hadis berikut ini,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « لاَ يَمْنَعُ جَارٌ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَهُ فِى جِدَارِهِ » . ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ مَا لِى أَرَاكُمْ عَنْهَا مُعْرِضِينَ وَاللَّهِ لأَرْمِيَنَّ بِهَا بَيْنَ أَكْتَافِكُمْ

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Seorang tetangga, yang memiliki tembok, tidak boleh melarang tetangganya untuk meletakkan kayu di temboknya.” Kemudian, Abu Hurairah mengatakan, “Mengapa aku lihat kalian tidak mempraktikkan hadis di atas? Demi Allah, sungguh, akan aku bebankan hadis tersebut di pundak-pundak kalian!” (H.R. Bukhari no. 2331 dan Muslim, no. 136)

Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini
Pertanyaan, “Apa pendapat yang paling kuat mengenai dahan atau akar pohon milik seseorang yang menjalar sampai ke tanah milik tetangganya, lalu merugikan pihak tetangga? Bagaimana derajat hadis yang disebutkan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang memotong pohon kurma yang pemiliknya tidak mau jika pohonnya dibeli? Padahal, keberadaan pohon tersebut merugikan saudaranya, pemilik kebun.”

Jawaban Syekh Ibnu Baz, “Telah kami telaah permasalahan di atas, dan kami jumpai penulis kitab Al-Inshaf menyebutkan bahwa dalam masalah ini, para ulama yang bermazhab Hanbali memiliki dua pendapat. Adapun ulama lain, mereka mengatakan bahwa Imam Ahmad, dalam masalah ini, memiliki dua pendapat: Pertama, pemilik pohon tidak boleh dipaksa untuk memohon dahan atau akar pohon miliknya yang menjalar ke tanah tetangga. Kedua, pemilik pohon dipaksa untuk memohon dahan atau akar yang menjalar tersebut. Jika pemilik pohon tidak mau memotongnya maka dia berkewajiban memberikan ganti rugi atas gangguan yang dialami oleh tetangganya.

Menurut kami, pendapat kedua adalah pendapat yang lebih kuat, mengingat beberapa alasan:
Pertama, pendapat tersebutlah yang sesuai dengan berbagai dalil, semisal sabda Nabi,

لا ضرر ولا ضرار

'Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau pun orang lain.' (H.R. Ibnu Majah, no. 2331)
Juga dalil-dalil lain yang semakna dengannya.
Kedua, sabda Nabi,

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يؤذ جاره

'Barang siapa yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah mengganggu tetangganya.' (H.R. Bukhari, no. 5559 dan Muslim, no. 68)

Tidaklah diragukan bahwa akar dan dahan yang mengganggu tetangga itu termasuk dalam gangguan yang terlarang, sehingga ada kewajiban untuk melarang tetangga melakukannya.

Ketiga, jika pemilik pohon tidak boleh dipaksa untuk memotong dahan atau akar pohon miliknya, hal ini akan menyebabkan konflik dan keributan yang berkepanjangan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, akan menimbulkan saling pukul atau perbuatan yang lebih mengerikan lagi, sehingga kita wajib memangkas akar permasalahan dalam rangka mencegah terjadinya hal yang lebih buruk.

Terdapat banyak dalil syariat yang tidak mungkin atau sangat sulit untuk dihitung, yang menunjukkan wajibnya menutup jalan yang mengantarkan kepada kerusakan, konflik, sengketa, atau hal yang lebih mengerikan lagi.
Mengenai hadis yang ditanyakan, hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud dari Muhammad bin Ali bin Al-Husain dari Samurah bin Jundab, dan sanad ini bermasalah. Tidak diketahui secara pasti, apakah Muhammad bin Ali mendengar hadis dari Samurah ataukah tidak. Bahkan, kemungkinan besar adalah tidak mendengar, sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Al-Mundziri, dalam Mukhtasar As-Sunan.

Akan tetapi, Al-Hafiz Ibnu Rajab, ketika mensyarah Arbain An-Nawawiyyah, tepatnya pada pembahasan hadis ke-32, menyebutkan dalil-dalil yang menguatkan kandungan hadis di atas. Itulah hadis-hadis yang telah kami sebutkan di atas, yang menunjukkan kuatnya pendapat yang kami pilih. Itulah pendapat yang mengatakan bahwa pemilik pohon bisa dipaksa untuk menghilangkan kerugian yang dialami tetangga dikarenakan akar atau dahan yang menjalar. Jika kerugian itu tidak bisa diatasi melainkan dengan menebang pohon maka pohon bisa ditebang paksa dalam rangka menghilangkan penyebab bahaya yang merugikan tetangga dan dalam rangka menunaikan hak tetangga.” (Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawiah, jilid 25, hlm. 374--376)

Hadis yang ditanyakan kepada Syekh Ibnu Baz adalah hadis dengan redaksi sebagai berikut:

عن سمرة بن جندب أنه كانت له عضد من نخل فى حائط رجل من الأنصار قال ومع الرجل أهله قال فكان سمرة يدخل إلى نخله فيتأذى به ويشق عليه فطلب إليه أن يبيعه فأبى فطلب إليه أن يناقله فأبى فأتى النبى -صلى الله عليه وسلم- فذكر ذلك له فطلب إليه النبى -صلى الله عليه وسلم- أن يبيعه فأبى فطلب إليه أن يناقله فأبى. قال « فهبه له ولك كذا وكذا ». أمرا رغبه فيه فأبى فقال « أنت مضار ». فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- للأنصارى « اذهب فاقلع نخله ».

Dari Samurah bin Jundab. Beliau memiliki sederet pohon kurma yang tumbuh di kebun milik salah seorang Anshar. Di tempat tersebut, orang Anshar tadi tinggal bersama keluarganya. Samurah sering memeriksa pohon-pohon kurmanya, termasuk pohon kurma yang tumbuh di tanah si Orang Anshar. Tentu saja, keberadaan Samurah mengganggu dan menyebabkan orang Anshar tersebut merasa tidak nyaman. Si Orang Anshar menawarkan kepada Samurah agar menjual pohon kurma tersebut kepadanya. Samurah menolak. Si Orang Anshar meminta Samurah memindahkan pohon kurmanya. Samurah juga menolak tawaran tersebut. Akhirnya, dia melaporkan permasalahan ini kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meminta Samurah untuk menjual pohon kurmanya. Ketika opsi ini ditolak, Nabi meminta Samurah untuk memindahkan pohon kurmanya. Ketika opsi kedua ini ditolak, Nabi mengatakan kepada Samurah, “Hadiahkan pohon kurma tersebut kepadanya, dan untukmu ada ganjaran demikian dan demikian.” Nabi sebutkan hal yang disukai oleh Samurah. Samurah tetap menolak, maka Nabi mengatakan, “Engkau ini memang pengganggu!” Nabi lantas berkata kepada si Orang Anshar, “Pergilah! Silakan tebang saja pohon kurmanya!” (H.R. Abu Daud, no. 3636; dinilai lemah oleh Al-Albani)

Dalam penjelasan Ibnu Sa’di dan Ibnu Baz di atas, kita jumpai beberapa opsi sikap yang benar mengenai permasalahan dahan pohon tetangga yang menjalar ke rumah kita, tidak sebagaimana anggapan sebagian orang bahwa jika dahan pohon tetangga menjalar ke tanah milik kita maka buah yang ada di dahan tersebut halal untuk kita.

Referensi:

- Majmu' Al-Fawaid wa Iqtinash Al-Awabid, karya Ibnu Sa’di, terbitan Darul Minhaj, Kairo, cetakan pertama, 1424 H.
- Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, jilid 25, terbitan Dar Ashda’ Al-Mujtama, Buraidah, cetakan kedua, 1428 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar