Islamedia - Maraknya berbagai gerakan/organisasi dakwah di bumi pertiwi sejatinya adalah sebuah berkah. Bangsa ini memiliki bermacam organisasi dakwah bahkan sebelum Indonesia merdeka. Di zaman reformasi, setelah sebelumnya dibungkam oleh orde baru, dakwah Islam menemukan kebebasannya beraktifitas dan berbicara.
Tapi sayang, tumbuhnya organisasi-organisasi dakwah ini malah membuat beberapa umat Islam menjadi phobia sendiri. Di satu sisi, ada musuh-musuh Islam yang tak henti menyebar hasutan dan mendemarketisasi gerakan-gerakan dakwah. Di sisi lain, aksi kekerasan yang diperlihatkan beberapa elemen umat Islam membuat umat Islam yang awam menjadi takut, marah, dan malah memusuhi kelompok tersebut.
"Menebarkan kebencian", itu adalah stempel dari musuh Islam kepada dakwah. Tapi sesungguhnya umat ini memang menemukan adanya du'at yang aktifitasnya membuat resah umat yang awam. Mereka memberlakukan hajr (boikot) kepada saudara semuslim, bahkan sampai melakukan kekerasan fisik dan keonaran. Mungkin kah karena tuntutan Nahi Mungkar yang harus tegas, sehingga sikap du'at seperti itu tak bisa disalahkan?
Sebenarnya adakah ruang berlaku lemah lembut dalam dakwah? Mengingat firman Allah dalam Ali Imran 159: "Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu .…"
Ustadz Cahyadi Takariawan, seorang da'i yang telah lama hidup dalam dakwah, alhamdulillah mau memberikan petuah-petuah melalui wawancara dengan Islamedia. Insya Allah pembaca sudah cukup mengenal dengan sosok ramah yang satu ini. Rasanya sangat tepat bila Islamedia mengajak berbincang tentang kelembutan dan menyentuh hati dalam dakwah.
Apa urgensinya perilaku lemah lembut dalam dakwah?
Di dalam dakwah, penyampaian masalah-masalah prinsip haruslah tegas dan jelas. Para nabi dan rasul menyampaikan kalimat tauhid dengan tegas, tanpa rasa takut dan gentar akan adanya orang-orang yang tidak menyukai seruan itu. Namun metoda atau cara penyampainnya dilakukan dengan halus, lembut dan kasih sayang. Sebab tugas da'i adalah mengajak, bukan menghakimi orang. Tugas da'i adalah mengubah kondisi masyarakat menuju kebaikan, bukannya menakut-nakuti dan mengintimidasi, tanpa memberikan jalan keluar.
Nabiyullah Ibrahim menentang kekafiran bapak dan kaumnya dengan lembut lembut. Perhatikan kisah dialog Ibrahim As dengan bapaknya, yang diabadikan dalam Al Qur'an surat Maryam ayat 41 sampai 50. Ibrahim As memanggil bapaknya dengan "Yaa abati", suatu panggilan yang amat lembut dan hormat, lebih hormat dibandingkan dengan "Ya abi", meskipun artinya sama, yaitu wahai Bapakku. Ibrahim mengarahkan bapaknya kepada tauhid dengan bentuk pertanyaan yang lembut (QS. 19: 42). Meski demikian bapaknya tetap marah kepada beliau, sehingga akhirnya beliau diusir dari rumah (QS.19: 46).
Jika nabi Ibrahim As. diusir, itu bukan karena kekasaran sikap beliau dalam berdakwah, tetapi karena memang prinsip yang beliau sampaikan ditolak bapaknya. Oleh karena itu, sekalipun terusir, Ibrahim As. tetap bersikap lembut dan kasih sayang. Ia tidak brutal dan kasar, bahkan memberikan salam kepada bapaknya sebelum pergi, "Salamun'alaika" (QS. 19: 47) dan berdo'a untuk keampunan bapaknya.
Nabiyullah musa As dan Harun As diperintahkan menghadapi rejim Fir'aun yang kufur dengan lemah lembut. Tidak dengan kasar sebab tugas Musa adalah memberi peringatan dan mengajak kepada keimanan. Padahal seperti yang kita sering dengar ,Fir'aun adalah seorang raja yang amat zhalim, membunuhi anak-anak laki-laki.
Sementara itu Musa adalah seorang pemuda yang bertubuh kuat, pernah menghantam anak buah Fir'aun hingga mati. Namun ternyata, Musa yang gagah perkasa ini mesti menghadapi Fir'aun yang zhalim dengan lemah lembut:
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas, maka bicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah-lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut" (QS. Thaha : 43-44).
Meskipun kepada orang yang memusuhi dakwah, kita tetap dianjurkan agar bersikap lembut kepada mereka. Allah Ta’ala telah mengingatkan agar kita senantiasa berlaku lemah lembut:
"Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.."(QS. Ali Imran: 159).
Khalifah Al Ma'mun bin Harun Al Rasyid suatu ketika didatangi oleh seorang da'i yang mengkritiknya dengan bahasa yang pedas dan keras. Saat itu Al Ma'mun menjawab, "Nasihatilah aku dengan sopan, karena Fir'aun itu lebih jahat dari aku dan Musa As itu lebih baik darimu. Namun demikian Musa As menggunakan bahasa yang lunak".
Demikianlah kita dianjurkan untuk senantiasa berlaku kasih sayang dalam mengajak manusia ke jalan Allah. Syaikh Muhammad al Ghazali sewaktu masih muda bertanya kepada gurunya, Syaikh Hasan Al Banna, dengan semangat yang meluap-luap, "Kenapa kita tidak membenci si Fulan dan si Fulan". Namun sang guru dengan bijak menjawab, "Jangan sekali-kali menaruh kebencian terhadap seseorang. Kamu boleh membenci perbuatan mereka, tetapi mohonkanlah petunjuk buat mereka".
Dalam nahi munkar, apakah sikap lemah lembut itu masih diperlukan? Bagaimana menempatkan antara sikap tegas dan lembut dalam nahi munkar?
Nahi munkar dilakukan dengan tiga kondisi, sebagaimana sabda Nabi saw :“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya, apabila tidak mampu maka hendaklah mengubah dengan lisannya dan apabila tidak mampu hendaklah mengubah dengan hatinya, yang sedemikian itu selemah-lemahnya iman” (riwayat Muslim).
Sebagian masyarakat kita memiliki persepsi bahwa yang dimaksud dengan kemungkaran uitu terbatas pada perjudian, zina, minum khamr dan sekitar itu. Dr. Yusuf Al Qardhawi menampik persepsi seperti itu seraya menambahkan, “Merendahkan harga diri bangsa adalah kemungkaran. Berlaku curang dalam pemilihan umum adalah kemungkaran. Enggan memberikan suara (kesaksian) dalam pemilihan umum adalah kemungkaran. Menyerahkan urusan kepada orang yang tidak berkompetemn adalah kemungkaran”.
Lebih lanjut Qardhawi menjelaskan, “Mencuri kekayaan negara adalah kemungkaran. Memonopoli barang-barang pokok untuk kepentingan pribadi atau kelompok adalah kemungkaran. Menangkap seseorang yang tidak melakukan kesalahan adalah kemungkaran. Menyiksa orang dalam tahanan atau penjara adalah kemungkaran. Memberi dan menerima suap adalah kemungkaran. Menjilat dan memuji pejabat dengan berlebihan adalah kemungkaran. Loyal terhadap musuh Allah dan musuh umat adalah kemungkaran”.
Pada contoh-contoh kemungkaran yang diuraikan Qardhawi di atas, pencegahannya tidak bisa dilakuakan secara perorangan, tetapi harus melalui sistem dan mekanisme. Hal ini ditempuh salah satunya melalui kegiatan politik dan pemerintahan guna mengontrol dan meluruskan penyimpangan yang terjadi. Mengubah dengan tangan bisa bermakna dengan kekuasaan. Allah Ta’ala telah mewajibkan orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk menggunakan kekuasaannya dalam upaya melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, sebagaimana firman Allah :
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah lah kembali segala urusan” (Al Haj 22 : 41).
Al Qurthubi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan orang yang diteguhkan kedudukan mereka di muka bumi adalah para penguasa, dan di antaranya para alim ulama. Dengan demikian para penguasa yang telah Allah teguhkan kedudukan mereka di muka bumi harus menggunakan posisi keteguhan tersebut untuk menyuruh berbuat kebajikan dan mencegah masyarakat melakukan kemungkaran. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam kitab As Siyasah Asy Syar’iyah, “Sesungguhnya imam diangkat itu adalah untuk menyuruh umat berbuat kebaikan dan mencegah umat berbuat kejahatan. Inilah tujuan pemberian kekuasaan”.
Jadi, nahi munkar harus dilakukan dengan metoda yang tepat. Dr. Yusuf Qardhawi menolak sama sekali sikap keras dalam Islam. Menurutnya, hanya ada dua sebab yang Islam memperbolehkan bersikap keras, yakni ketika melaksanakan hukum Allah atas pelaku tindakan kriminal (hudud), dan ketika berhadapan dengan musuh dalam peperangan . Selain ini, seluruhnya dilakukan dengan sikap yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Saat permusuhan kepada dakwah datang begitu hebat, masih diperlukan kah sikap yang lembut untuk menyikapi permusuhan itu?
Dakwah mengajarkan kita untuk mempersedikit musuh, sebab pada dasarnya semua manusia adalah mad'u dalam dakwah. Oleh karena itu, tidak boleh terlalu cepat dan mudah mendefinisikan seseorang atau sekelompok orang sebagai musuh, karena tugas kita justru mendakwahi semua orang, bukan memusuhi semua orang.
Nabi saw dimusuhi di Makkah hingga diusir. Beliau hijrah ke Madinah. Beliau berdaulat di Madinah hingga bisa melakukan peperangan menghadapi musuh yang ingin menghancurkan Islam. Kita lihat, beliau bersikap sangat lembut kepada semua kalangan manusia. Namun beliau melakukan peperangan kepada pihak yang jelas-jelas musuh. Lihatlah saat Fathu Makkah, beliau masuk ke Makkah dengan damai, padahal kekuatan penuh di tangan beliau. Bahkan beliau maafkan sekian banyak orang yang dari dulu memusuhi beliau. "Pergilah, hari ini kalian bebas...."
Dalam mempengaruhi seseorang, yang lebih diperlukan apakah hujjah yang kuat ataukah kata/sikap yang menyentuh hati? Seperti apa porsi kedua hal itu dalam proses dakwah?
Mad'u dalam dakwah beragam coraknya. Ada yang sangat rasional sehingga memerlukan argumen yang jelas dan masuk di akal mereka. Masyarakat Barat pada umumnya memiliki corak ini. Maka mereka bisa menerima dakwah Islam ketika disampaikan dengan argumen yang nalar dan "make sense" atau masuk akal. Namun pada banyak kalangan masyarakat yang lainnya, perilaku yang menyentuh hati lebih mudah mereka terima. Banyak orang menerima dakwah karena melihat perilaku tulus yang ditampakkan kaum muslimin.
Dakwah akan menjadi produktif ketika para da’i memperlihatkan akhlaqnya yang baik. Sejarah dakwah kaum muslimin telah mengajarkan kepada kita, bahwa dengan keagungan akhlaq itu kaum muslimin mendapatkan penghormatan dari bangsa lain di dunia. Thomas W. Arnold mencuplikkan suatu fragmen sejarah dakwah Islam, ketika pasukan Islam di bawah pimpinan Abu Ubaidah ra mencapai lembah Jordan, penduduk Kristen setempat menulis surat kepadanya yang berbunyi :
“Saudara-saudara kami kaum muslimin, kami lebih bersimpati kepada saudara daripada orang-orang Romawi, meskipun mereka seagama dengan kami. Karena saudara-saudara lebih setia kepada janji, lebih bersikap belas kasih kepada kami dengan menjauhkan tindakan-tindakan yang tidak adil serta pemerintah Islam lebih baik daripada pemerintah Byzantium, karena mereka telah merampok harta dan rumah-rumah kami.”
Demikian pula sikap penduduk Emesa yang menutup pintu gerbang terhadap tentara Heraklius serta memberitahukan kepada orang-orang muslim bahwa mereka suka kepada pemerintahan dan sikap adil kaum muslimin dari pada tekanan dan sikap tidak adil orang-orang Yunani. Gambaran semacam ini menunjukkan, kekuatan kaum muslimin dalam mengembangkan dakwah tidak bertumpu kepada kekuatan pedang, tetapi lebih kepada kekuatan kepribadiannya.
Apa yang diperlukan penyeru dakwah untuk menyentuh hati seseorang? Wajah yang rupawan kah atau retorika yang indah kah atau hal lain?
Hati yang bersih, jiwa yang tulus, ruhaniyah yang mantab, itu landasan pokoknya. Keikhlasan sang aktivis akan menjadi penentu kualitas dakwah, ditambah dengan kefahaman yang mendalam akan apa yang didakwahkan, akan menjadi pondasi yang kokoh atau bagian penting dari al bina' ad dakhily (bangunan dalam) dari dakwah. Selebihnya yang diperlukan adalah performa dakwah, seperti penampilan, retorika, asesoris, kemasan acara, sarana dan prasarana, dan lain sebagainya adalah bagian dari al bina' al kharijy (bangunan luar) dakwah. Satu sama lain saling menguatkan dalam dakwah.
Ustadz punya trik-trik untuk menyentuh hati seseorang dalam berdakwah?
Saya hanya melakukan apa yang saya bisa. Saya hanya selalu berusaha melakukan hal terbaik yang bisa saya lakukan bagi orang lain, sesuai kesanggupan saya. Sepertinya tidak ada yang khusus.
Saat seorang da'i mampu menyentuh hati objek dakwahnya, ada godaan pada da'i yang bisa menyebabkan perubahan orientasi dari seruan kepada Allah menjadi seruan mengikuti ego diri sendiri. Apa yang harus diperbuat untuk mencegah hal itu?
Kefahaman dan kaikhlasan dai harus terus menerus dijaga dan diperbarui. Dakwah terus berkembang, tantangan yang dihadapi juga semakin berkembang. Apabila kefahamannya tidak berkembang dan keikhlasannya tidak bertambah kuat, sangat mungkin terjadi pergeseran orientasi. Maka harus selalu berada dalam komunitas kebaikan, dalam jama'ah, tidak boleh sendirian. Kesendirian lebih memudahkan terjadinya penyimpangan, karena tidak ada mekanisme tausiyah dan pengingatan atau bahkan hukuman.
Kadang juga simpati menyebabkan ketergantungan. Ada objek dakwah yang tidak mau mendengar nasihat selain orang yang sudah menyentuh hatinya. Bisa menyebabkan taqlid buta. Bagaimana agar itu tidak terjadi?
Itu adalah bagian dari proses, maka dakwah harus selalu berjalan prosesnya, tidak boleh berhenti. Para ulama membagi-bagi tahapan dalam dakwah, maksudnya adalah agar satu tahap segera ditindaklanjuti dengan tahap berikutnya. Dengan demikian proses akan selalu berlanjut. Gejala ketergantungan itu adalah salah satu dampak dari proses dakwah yang tidak berlanjut dalam menapaki tahapan-tahapannya.
Mohon ustadz ceritakan trik-trik Rasulullah memenangkan hati seseorang agar tunduk pada Islam!
Rasul saw menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi orang per orang (bi lughati qaumihim), dan sesuai dengan kemampuan akal seseorang (bi qadri uqulihim). Maka jawaban beliau bisa berbeda untuk pertanyaan yang sama, karena kondisi orang yang bertanya berbeda-beda. Itulah yang menjadi hikmah dalam dakwah, bahwa ada pendekatan obyek sesuai dengan karakter, sesuai kondisi kemampuan setiap orang, dan sesuai potensi yang dimiliki orang per orang.
Bagaimana harusnya para kader dakwah bersikap terhadap banyaknya fitnah yang melanda dakwah saat ini?
Bersiap untuk menghadapi fitnah yang lebih besar. Para kader semua sudah tahu, bahwa fitnah atau mihnah adalah sunatud da'wah, kemestian di dalam dakwah. Justru para kader akan heran kalau dakwah sudah berkembang luas tapi tidak kunjung ada fitnah. Jadi yang diperlukan adalah kesiapan menghadapi gelombang firnah yang pasti akan semakin besar.
Kader dakwah saat ini juga sangat sedikit sekali yang berminat dalam hal membaca dan menulis. Apa pesan ustadz untuk para kader-kader dakwah dalam hal ini?
Kader dakwah harus terus meningkatkan kapasitas dirinya. Ini yang dimaksud dengan Character Building dalam taujihat banyak ustadz. Di antara cara meningkatkan character building para kader adalah dengan banyak membaca dan menulis. Membaca adalah pintu ilmu pengetahuan. Menulis adalah pintu perluasan dakwah.
http://www.islamedia.web.id/2011/05/cahyadi-takariawan-berdakwahlah-dengan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar