Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan sejumlah kejanggalan dalam vonis bebas untuk terdakwa kasus korupsi Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin yang diputusakan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakartat Pusat Syarifuddin Umar.
Hakim Syarifuddin kemudian ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima suap terkait kasus kepailitan PT Skycamping Indonesia (PT SCI). Ia juga dikenal sebagai hakim yang membebaskan 39 terdakwa kasus korupsi.
ICW melihat setidaknya ada 12 kejanggalan dalam vonis bebas untuk Agusrin oleh hakim Syarifuddin yang disebut ICW sebagai hakim S. “Ada 12 poin kejaggalan dalam penanganan perkara korupsi dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas terdakwa Gubernur Bengkulu Agusril,” kata penelici ICW Tama Satrya di kantor ICW, di Jakarta, Minggu (5/6/2011).
12 kejanggalan itu adalah:
1. Putusan terdahulu AN Chairudin di Pengadilan Negeri Bengkulu tentang keterlibatan Gubernur dan kerjasama untuk membuka rekening khusus di Bank BRI Bengkulu tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim. Padahal perbuatan Agusrin dan Chairudin diyakini secara bersama-sama melawan hukum dan bersama-sama telah merugikan keuangan negara.
2. Keterangan ahli BPK dan BPKP dalam hal perhitungan kerugian negara sama sekali tidak dijadikan pertimbagan oleh hakim. Padahal, sesuai hasil perhitungan BPK no 65/s/I-XV/07/2007 menunjukan adanya kerugian negara dalam kasus tersebut setidaknya Rp 20.162.974.300.
3. Saksi-saksi yang memberatkan Agusrin, seringkali dicecar bahkan seolah dipojokkan dalam persidangan oleh hakim.
4. Agusrin melakukan pengerahan masa dalam proses persidangan yang sisinyalir merupakan upaya untuk mengintimidasi.
5. Bukti surat asli no : 900/2228/DPD I tanggal 22 Maret 2006 yang ditandatangani oleh Agusrin tidak menjadi pertimbangan oleh hakim. Justru tanda tanggan Agusrin yang di-scan oleh Chairuddin dijadikan dasar bahwa surat Agusrin dipalsukan, padahal Jaksa dapat menunjukan surat asli yang ditanda-tangani oleh terdakwa.
6. Dalam upaya pembuktian yang dilakukan Jaksa, seringkali perkataan Jaksa dipotong oleh hakim S. Hakim S terkesan marah dan memotong penjelasan jaksa penuntut dengan suara keras.
7. Bukti foto tumpukan uang yang diterima oleh ajudan Agusrin tidak diperhitungkan oleh hakim. Foto itu diambil Chairuddin yang menunjukan bahwa ajudan agusrin, Nuim Hayat menerima uang dari yang bersangkutan di Bank BRI Kramat Raya.
8. Adanya bukti dana penyertaan modal dari Bengkulu Mandiri (BUMD) kepada perusahaan swasta yang kemidian dikembalikan ke Kas Daerah sebagai bentuk pengembalian kerugian negara. Padahal ada bukti yang menunjukan ada mufakat untuk menarik uang sebesar Rp9.179.846.000 dengan peruntukan Rp 2.000.000.000 membagun pabrik CPO PT SBM dan sisanya Rp7.179.846.000 dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
9. Agusrin menyetujui modus menutup temuan penyimpangan BPK sebesar Rp 21,3 miliardengan cara makukan investasi saham melalui PT Bengkulu Mandiri kepada PT SBM dan PT BBN.
10. Agusrin melakukan proses pengembalian dana secara fiktif pasca temuan penyimpangan oleh BPK. Modusnya membuat bukti pertanggungjawaban seolah-olah ada pembelian steam boiler seharga Rp4,5 miliar.
11. PN belum menyerahkan putusan kepada penuntut umum, sehingga penuntut umum kesulitan membuat memori kasasi.
12. Tertangkapnya hakim S di dalam dugaan suap perkara pailit PT SCI menguatkan kecurigaan adanya praktik mafia hukum dalam kasus Agusrin. Pasalnya selain tindakan hakim diluar kewajaran dalam proses-proses persidangan, KPK menyita sejumlah uang dalam bentuk mata uang asing yang patut dicurigai dari perkara-perkara yang pernah yang bersangkutan tangani. [tjs] inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar