Akhi wa ukhti fillah
Kehidupan dunia itu bersifat sementara. Dunia bukan tempat tinggal yang abadi. Allah SWT dan Rasul-Nya telah banyak memberikan informasi kepada kita tentang hakikat dunia. Allah SWT berfirman:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid : 20)
Akhi wa ukhti fillah...
kehidupan dunia yang sementara ini, harus kita jadikan sebagai bekal untuk menuju kehidupan yang kekal dan abadi, yaitu kehidupan akhirat. Karena dunia adalah jembatan menuju akhirat. Allah SWT berfirman “Dan carilah dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu kebahagiaan akhirat, namun jangan kamu lupakan bagianmu di dunia...”(QS. Al-Qashah : 77). Dunia adalah mazra'ah (alahn amal) yang kita akan temukan hasilnya kelak. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az-Zalzalah: 7-8)
Oleh karenannya kita sebagai kader dakwah harus mampu membangun amal unggulan dan amal kebaikan di dunia sebagai bekal untuk akhirat kita. Membangun citra diri seorang kader dakwah dengan meningkatkan kekuatan spiritual pada semua marhalah “amal” yang telah dijabarkan Asy-Syahid dalam Majmu'atur Rasail. Salah satu kekuatan spiritual yang harus dimiliki seorang qiyadah (pemimpin) dan kader dakwah ini, khususnya di mihwar muassasi adalah sifat zuhud dan qana'ah.
Akhi wa ukhti fillah...
Rasulullah SAW bersabda:
Dari Sahl bin Sa'd As-Saidy, ia berkata, “Seseorang telah mendatangi Nabi SAW seraya berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukakanlah kepadaku amalan yang sekiranya aku mengerjakannya, maka Allah dan manusia mencintaiku” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Zuhudlah kamu kepada dunia, niscaya Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah kamu pada apa yang dimiliki manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)
Akhi wa ukhti fillah...
Kenapa akhlak zuhud dan qana'ah harus difokuskan dan ditekankan pada mihwar muassasi ini? Karena kita sadar betul bahwa di saat dakwah memasuki mihwar ini, peluang-peluang kebaikan dan kemudahan sangat terbuka bagi kita. Pintu-pintu dunia terbuka luas di depan kita. Dan di sisi lain, gesekan-gesekan kepentingan antar kader mulai terasa. Syahwat duniawi mulai tak terbendung merasuki jiwa kita. Hal ini belum pernah kita temukan dan kita rasakan pada mihwar-mihwar sebelumnya. Karena memang sebelumnya belum pernah ada jabatan publik dan jabatan politik yang sangat menggiurkan semua manusia. Sebelumnya rahim dakwah memang belum pernah melahirkan mujahid siyasi (dai politikus) yang sekaligus menjadi enterprenuer muda.
Akhi fillah...
Coba kita renungkan sejenak kondisi saudara-saudara kita yang berebut dan bermusuhan di partai-partai mereka. Tidakkah semua disebabkan faktor dunia ini?
Akhi wa ukhti fillah...
Rasulullah SAW sejak awal mengingatkan para shahabatnya -di mana mereka adalah generasi terbaik umat ini- tentang fitnah kenikmatan dan kelapangan dunia. Tentunya, agar jiwa para shahabat tidak terftinah dengan dunia dan mampu mengendalikannya sebagai sarana meraih kehidupan akhirat. Beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya diantara yang paling aku takutkan atas kalian sepeninggalku adalah terbukanya kenikmatan dunia dan perhiasannya atas kalian...” (HR. Bukhari)
“Maka demi Allah, bukan kefakiran yang aku takutkan atas kalian tetapi dihamparkannya dunia sebagaimana yang dialami orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba meraihnya sebagaimana mereka dan juga akan dihancurkannya sebagaimana mereka.” (HR. Bukhari)
Akhi wa ukhti fillah...
Zuhud bukan berarti harus meninggalkan dunia. Zuhud juga bukan berarti kita tidak diperbolehkan ikut serta dalam panggung politik, meraih jabatan, dan jauh dari dunia usaha. Akan tetapi, yang dimaksud dengan hakikat zuhud adalah penguasaan dunia tanpa harus mengganggu jiwa. Dunia boleh di genggaman kita, tapi tidak boleh melekat dalam hati kita.
Akhi fillah...
Apapun yang kita miliki dari kekayaan yang diberikan Allah, bila kita gunakan dan kita belanjakan untuk membangun amal kebaikan dan amal unggulan dalam bingkai ukhrawi kita, maka hal ini juga termasuk zuhud.
Akhi wa ukhti fillah...
Banyak shahabat dan tabiin yang memiliki harta dan kekayaan yang melimpah ruah. Akan tetapi mereka termasuk orang-orang yang paling zuhud pada masanya. Dari kalangan shahabat lahir tokoh zuhud seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Saad bin Abi Waqash. Dari kalangan tabiin muncul tokoh yang paling zuhud seperti Abdullah bin Mubarak, Sufyan Ats-Tsauri, dan Al-Laits bin Said, bahkan beliau berkata “Sekiranya kita tidak memiliki harta, maka mereka akan menjadikan kita seperti telapak meja.”
Akhi wa ukhti fillah...
Tidak masalah bila di kalangan kader dakwah pada mihwar muassasi dan mihwar-mihwar selanjutnya banyak yang memiliki harta dan kekayaan yang dihasilkan dari jabatan-jabatan publik, partnership strategic (Rabthul 'Amm) dan amal usaha halal lain. Hanya saja, mereka harus lebih semangat memebrikan kontribusi maaliyah-nya kepada dakwah, selain memenuhi kewajiban yang telah disepakati.
Zuhudnya seorang kader adalah apabila ia senantiasa berlomba-lomba dalam jihad siyasi dengan segala yang dimiliki. Apalagi rezeki dan kekayaan yang diberikan Allah SWT kepada kita, salah satunya pintunya adalah dakwah ini.
Allah SWT berfirman:
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah : 41)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat : 15)
Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik harta adalah harta yang baik di tangan orang yang shalih” (HR. Imam Ahmad)
Akhi wa ukhti fillah...
Coba kita renungkan pernyataan para salafus shalih tentang zuhud yang dikutip Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berikut ini:
...Aku mendengar Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah, semoga Allah menyucikan ruhnya, berkata, “Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat di akhirat”
Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Zuhud adalah pendek angan-angan, bukan memakan makanan biasa dan memakai pakaian kasar”
Imam Al-Junaid Al-Baghdadi berkata, “Zuhud itu seperti yang dijelaskan dalam firman Allah, “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS. Al-Hadid : 23). Maka, orang-orang yang zuhud adalah orang yang tidak terlalu gembira terhdap dunia yang ada dan tidak bersedih terhadap dunia yang hilang”
Akhi wa ukhti fillah...
Dengan semangat zuhud yang kita lakukan, akan melahirkan soliditas internal yang kuat, harmonisasi sosial, keterpautan hati masyarakat dengan kita, selain terbentuknya kekuatan spiritual di sisi Allah.
Akhi wa ukhti fillah...
Selain sifat zuhud ini, setiap kita jug harus memiliki sifat qana'ah. Qana'ah berarti ridha dengan jatah atau bagian kita, menerima sesuatu yang terjadi dan yang telah ditetapkan Allah, baik yang berkaitan dengan rezeki, jabatan, dan musibah. Qana'ah sangat urgen dimiliki oleh kader pada era mihwar muassasi dan mihwar selanjutnya. Karena qana'ah merupakan benteng jiwa yang mampu menahan arus dan gelombang frustasi, futur, lemah, dan tak berdaya di saat harapan dan keinginan jiwa tak tercapai. Seperti harapan besar kita dalam memenangkan jihad siyasi.
Akhi wa ukhti fillah...
Manifestasi sifat qana'ah dalam diri kader adalah penerimaan dan keridhaan atas kekalahan dan kemenangan setelah melakukan seluruh usaha dan perjuangan. Inilah yang dimaksud dengan qana'ah rabbaniyah yang termaktub dalam hadits “radhiitu billaahi rabban” (aku ridha Allah sebagai Rabb). Menerima dengan penuh keikhlasan atas semua yang terjadi. Allah SWT berfirman:
“ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS. Al-Hadid : 22-23)
Akhi wa ukhti fillah...
Qana'ah dalam bingkai gerakan dakwah kita juga berarti penerimaan atas keputusan dan kebijakan yang telah diambil dan ditetapkan oleh Qiyadah tandzimiah kita. Inilah yang disebut qana'ah fikriyah. Qanaa'ah ini sangat penting dalam menguatkan soliditas kader, menjaga amal jama'i, dan mengokohkan barisan dakwah.
Dan qana'ah juga berati hilangnya ras iri dan dengki terhadap kondisi saudara kita yang lain. Mungkin ada saudara kita yang telah mendapatkan amanah jabatan, baik yang di legislatif maupun di eksekutif. Ada yang memiliki kekayaan yang melimpah dari hasil kemitraan, partnership, dan pengembangan usaha halal lainnya, maka sebagai kader, kita perlu membersihkan hati dari sifat ghill (iri/dengki). Tidak usah berkomentar dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti “Sama-sama anggota DPR kok beda-beda rezekinya.” bahkan yang urgen, kita melakukan autokritik terhadap diri kita tentang kelemahan dan ketidakberdayaan diri. Inilah inti doa yang diajarkan Allah kepada kita:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."” (QS. Al-Hasyr : 10)
Semoga sifat zuhud dan qana'ah ini senantiasa inheren dan mengkristal dalam jiwa kita sebagai kader dakwah. Agar kita bisa istiqamah dalam berdakwah, bersatu di bawah panji-panji harakah dan bersama merealisasikan cita-cita besar kita, yaitu ustadziyatul 'alam. Wallaahu a'lam bish-shawab. [Sumber : Buku Seri Taujih Pekanan Jilid 2]
Kehidupan dunia itu bersifat sementara. Dunia bukan tempat tinggal yang abadi. Allah SWT dan Rasul-Nya telah banyak memberikan informasi kepada kita tentang hakikat dunia. Allah SWT berfirman:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid : 20)
Akhi wa ukhti fillah...
kehidupan dunia yang sementara ini, harus kita jadikan sebagai bekal untuk menuju kehidupan yang kekal dan abadi, yaitu kehidupan akhirat. Karena dunia adalah jembatan menuju akhirat. Allah SWT berfirman “Dan carilah dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu kebahagiaan akhirat, namun jangan kamu lupakan bagianmu di dunia...”(QS. Al-Qashah : 77). Dunia adalah mazra'ah (alahn amal) yang kita akan temukan hasilnya kelak. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az-Zalzalah: 7-8)
Oleh karenannya kita sebagai kader dakwah harus mampu membangun amal unggulan dan amal kebaikan di dunia sebagai bekal untuk akhirat kita. Membangun citra diri seorang kader dakwah dengan meningkatkan kekuatan spiritual pada semua marhalah “amal” yang telah dijabarkan Asy-Syahid dalam Majmu'atur Rasail. Salah satu kekuatan spiritual yang harus dimiliki seorang qiyadah (pemimpin) dan kader dakwah ini, khususnya di mihwar muassasi adalah sifat zuhud dan qana'ah.
Akhi wa ukhti fillah...
Rasulullah SAW bersabda:
Dari Sahl bin Sa'd As-Saidy, ia berkata, “Seseorang telah mendatangi Nabi SAW seraya berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukakanlah kepadaku amalan yang sekiranya aku mengerjakannya, maka Allah dan manusia mencintaiku” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Zuhudlah kamu kepada dunia, niscaya Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah kamu pada apa yang dimiliki manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)
Akhi wa ukhti fillah...
Kenapa akhlak zuhud dan qana'ah harus difokuskan dan ditekankan pada mihwar muassasi ini? Karena kita sadar betul bahwa di saat dakwah memasuki mihwar ini, peluang-peluang kebaikan dan kemudahan sangat terbuka bagi kita. Pintu-pintu dunia terbuka luas di depan kita. Dan di sisi lain, gesekan-gesekan kepentingan antar kader mulai terasa. Syahwat duniawi mulai tak terbendung merasuki jiwa kita. Hal ini belum pernah kita temukan dan kita rasakan pada mihwar-mihwar sebelumnya. Karena memang sebelumnya belum pernah ada jabatan publik dan jabatan politik yang sangat menggiurkan semua manusia. Sebelumnya rahim dakwah memang belum pernah melahirkan mujahid siyasi (dai politikus) yang sekaligus menjadi enterprenuer muda.
Akhi fillah...
Coba kita renungkan sejenak kondisi saudara-saudara kita yang berebut dan bermusuhan di partai-partai mereka. Tidakkah semua disebabkan faktor dunia ini?
Akhi wa ukhti fillah...
Rasulullah SAW sejak awal mengingatkan para shahabatnya -di mana mereka adalah generasi terbaik umat ini- tentang fitnah kenikmatan dan kelapangan dunia. Tentunya, agar jiwa para shahabat tidak terftinah dengan dunia dan mampu mengendalikannya sebagai sarana meraih kehidupan akhirat. Beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya diantara yang paling aku takutkan atas kalian sepeninggalku adalah terbukanya kenikmatan dunia dan perhiasannya atas kalian...” (HR. Bukhari)
“Maka demi Allah, bukan kefakiran yang aku takutkan atas kalian tetapi dihamparkannya dunia sebagaimana yang dialami orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba meraihnya sebagaimana mereka dan juga akan dihancurkannya sebagaimana mereka.” (HR. Bukhari)
Akhi wa ukhti fillah...
Zuhud bukan berarti harus meninggalkan dunia. Zuhud juga bukan berarti kita tidak diperbolehkan ikut serta dalam panggung politik, meraih jabatan, dan jauh dari dunia usaha. Akan tetapi, yang dimaksud dengan hakikat zuhud adalah penguasaan dunia tanpa harus mengganggu jiwa. Dunia boleh di genggaman kita, tapi tidak boleh melekat dalam hati kita.
Akhi fillah...
Apapun yang kita miliki dari kekayaan yang diberikan Allah, bila kita gunakan dan kita belanjakan untuk membangun amal kebaikan dan amal unggulan dalam bingkai ukhrawi kita, maka hal ini juga termasuk zuhud.
Akhi wa ukhti fillah...
Banyak shahabat dan tabiin yang memiliki harta dan kekayaan yang melimpah ruah. Akan tetapi mereka termasuk orang-orang yang paling zuhud pada masanya. Dari kalangan shahabat lahir tokoh zuhud seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Saad bin Abi Waqash. Dari kalangan tabiin muncul tokoh yang paling zuhud seperti Abdullah bin Mubarak, Sufyan Ats-Tsauri, dan Al-Laits bin Said, bahkan beliau berkata “Sekiranya kita tidak memiliki harta, maka mereka akan menjadikan kita seperti telapak meja.”
Akhi wa ukhti fillah...
Tidak masalah bila di kalangan kader dakwah pada mihwar muassasi dan mihwar-mihwar selanjutnya banyak yang memiliki harta dan kekayaan yang dihasilkan dari jabatan-jabatan publik, partnership strategic (Rabthul 'Amm) dan amal usaha halal lain. Hanya saja, mereka harus lebih semangat memebrikan kontribusi maaliyah-nya kepada dakwah, selain memenuhi kewajiban yang telah disepakati.
Zuhudnya seorang kader adalah apabila ia senantiasa berlomba-lomba dalam jihad siyasi dengan segala yang dimiliki. Apalagi rezeki dan kekayaan yang diberikan Allah SWT kepada kita, salah satunya pintunya adalah dakwah ini.
Allah SWT berfirman:
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah : 41)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat : 15)
Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik harta adalah harta yang baik di tangan orang yang shalih” (HR. Imam Ahmad)
Akhi wa ukhti fillah...
Coba kita renungkan pernyataan para salafus shalih tentang zuhud yang dikutip Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berikut ini:
...Aku mendengar Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah, semoga Allah menyucikan ruhnya, berkata, “Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat di akhirat”
Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Zuhud adalah pendek angan-angan, bukan memakan makanan biasa dan memakai pakaian kasar”
Imam Al-Junaid Al-Baghdadi berkata, “Zuhud itu seperti yang dijelaskan dalam firman Allah, “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS. Al-Hadid : 23). Maka, orang-orang yang zuhud adalah orang yang tidak terlalu gembira terhdap dunia yang ada dan tidak bersedih terhadap dunia yang hilang”
Akhi wa ukhti fillah...
Dengan semangat zuhud yang kita lakukan, akan melahirkan soliditas internal yang kuat, harmonisasi sosial, keterpautan hati masyarakat dengan kita, selain terbentuknya kekuatan spiritual di sisi Allah.
Akhi wa ukhti fillah...
Selain sifat zuhud ini, setiap kita jug harus memiliki sifat qana'ah. Qana'ah berarti ridha dengan jatah atau bagian kita, menerima sesuatu yang terjadi dan yang telah ditetapkan Allah, baik yang berkaitan dengan rezeki, jabatan, dan musibah. Qana'ah sangat urgen dimiliki oleh kader pada era mihwar muassasi dan mihwar selanjutnya. Karena qana'ah merupakan benteng jiwa yang mampu menahan arus dan gelombang frustasi, futur, lemah, dan tak berdaya di saat harapan dan keinginan jiwa tak tercapai. Seperti harapan besar kita dalam memenangkan jihad siyasi.
Akhi wa ukhti fillah...
Manifestasi sifat qana'ah dalam diri kader adalah penerimaan dan keridhaan atas kekalahan dan kemenangan setelah melakukan seluruh usaha dan perjuangan. Inilah yang dimaksud dengan qana'ah rabbaniyah yang termaktub dalam hadits “radhiitu billaahi rabban” (aku ridha Allah sebagai Rabb). Menerima dengan penuh keikhlasan atas semua yang terjadi. Allah SWT berfirman:
“ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS. Al-Hadid : 22-23)
Akhi wa ukhti fillah...
Qana'ah dalam bingkai gerakan dakwah kita juga berarti penerimaan atas keputusan dan kebijakan yang telah diambil dan ditetapkan oleh Qiyadah tandzimiah kita. Inilah yang disebut qana'ah fikriyah. Qanaa'ah ini sangat penting dalam menguatkan soliditas kader, menjaga amal jama'i, dan mengokohkan barisan dakwah.
Dan qana'ah juga berati hilangnya ras iri dan dengki terhadap kondisi saudara kita yang lain. Mungkin ada saudara kita yang telah mendapatkan amanah jabatan, baik yang di legislatif maupun di eksekutif. Ada yang memiliki kekayaan yang melimpah dari hasil kemitraan, partnership, dan pengembangan usaha halal lainnya, maka sebagai kader, kita perlu membersihkan hati dari sifat ghill (iri/dengki). Tidak usah berkomentar dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti “Sama-sama anggota DPR kok beda-beda rezekinya.” bahkan yang urgen, kita melakukan autokritik terhadap diri kita tentang kelemahan dan ketidakberdayaan diri. Inilah inti doa yang diajarkan Allah kepada kita:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."” (QS. Al-Hasyr : 10)
Semoga sifat zuhud dan qana'ah ini senantiasa inheren dan mengkristal dalam jiwa kita sebagai kader dakwah. Agar kita bisa istiqamah dalam berdakwah, bersatu di bawah panji-panji harakah dan bersama merealisasikan cita-cita besar kita, yaitu ustadziyatul 'alam. Wallaahu a'lam bish-shawab. [Sumber : Buku Seri Taujih Pekanan Jilid 2]
dikutip : http://www.bersamadakwah.com/2009/02/fiqih-zuhud-dan-qanaah_07.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar